Yogyakarta merupakan provinsi yang tetap memelihara budanyanya sehingga mempunyai beberapa destinasi budaya yang wajib Anda kunjungi. Pengalaman ketika pergi ke Yogyakarta yang membuat Saya ingin ke sana lagi adalah suasana malam Jl. Malioboro. Berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga, Malioboro menjadi kembang yang pesonanya mampu menarik wisatawan. Tak hanya sarat kisah dan kenangan, Malioboro juga menjadi surga cinderamata di jantung Kota Yogyakarta.
Sepanjang jalan Malioboro banyak dijumpai jajanan khas Yogyakarta gudhek, toko pakaian tradisonal, batik, cidera mata, dan kaos khas Yogyakarta. Jalan Malioboro pada malam hari ramai dikunjungi para wisatawan lokal dan mancanegara. Malioboro menjadi jatung perdagangan di Yogyakarta, setiap hari terjadi transaksi jual beli. Yang menarik ingin kembali di sini adalah harganya yang sangat murah, asalkan ada uang bisa memborong apapun.
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.
0 komentar:
Posting Komentar