Perang Antar Suku Festival Lembah Baliem - Papua. Inilah festival luar biasa dan telah menjadi daya tarik pengunjung di Papua. Festival yang diadakan pada bulan Agustus setiap tahunnya ini merupakan wujud kepedulian masyarakat Papua untuk memupuk rasa pelestarian kebudayaan dan tradisi yang telah mengakar di Lembah Baliem.
Festival Lembah Baliem berlangsung selama tiga hari dan diselenggarakan setiap bulan Agustus bertepatan dengan bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Menurut catatan, awal sejarah Festival Lembah Baliem diselenggarakan pertama kali digelar tahun 1989.
Festival Budaya Lembah Baliem
Festival Lembah Baliem awalnya merupakan acara perang antar suku Dani, Lani, dan Suku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah festival yang menjadi ajang adu kekuatan antar suku dan telah berlangsung turun temurun namun tentunya aman untuk kamu nikmati.
Sekilas tentang Lembah Baliem
Lembah Baliem merupakan lembah di pegunungan Jayawijaya. Lembah Baliem terletak pada ketinggian 1600 meter dari permukaan laut. Lembah ini dikelilingi oleh gugusan pegunungan dengan ciri pemandangannya yang indah dan masih natural.Lembah Baliem terkenal sebagai tempat tinggal suku Dani yang terleak di Desa Wosilimo. Desa Wosilimo sendiri berjarak sekitar 27 km dari Kota Wamena Papua.
Daya Tarik Festival Lembah Baliem
Festival Lembah Baliem menceritakan tentang bagaimana suku-suku di dalam daerah Lembah Baliem berperang. Perang antar suku di Festival Lembah Baliem dimulai dengan skenario pemicu perang seperti penculikan warga, pembunuhan anak suku, atau penyerbuan ladang yang baru dibuka. Adanya pemicu ini menyebabkan suku lainnya harus membalas dendam sehingga penyerbuan pun dilakukan. Atraksi ini tidak menjadikan balas dendam atau permusuhan sebagai tema tetapi justru bermakna positif yaitu Yogotak Hubuluk Motog Hanoro yang berarti Harapan Akan Hari Esok yang Harus Lebih Baik dari Hari Ini.
Suku-suku di suku Papua meski mengalami modernisasi tetapi masih memegang teguh adat istiadat dan tradisi mereka. Salah satu yang paling menonjol adalah pakaian pria suku Dani yang hanya mengenakan penutup kemaluan atau disebut koteka.
Koteka terbuat dari kulit labu air yang dikeringkan dan dilengkapi dengan penutup kepala yang terbuat dari bulu cendrawasih atau kasuari, sedangkan para wanita suku Dani mengenakan rok yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang disebut sali. Saat membawa babi atau hasil panen ubi, para wanita membawanya dengan tas tali atau noken yang diikatkan pada kepala mereka.
Suku Dani terbiasa berperang untuk mempertahankan desa mereka atau untuk membalas dendam bagi anggota suku yang tewas. Para ahli antropologi menjelaskan bahwa "perang suku Dani" lebih merupakan tampilan kehebatan dan kemewahan pakaian dengan dekorasinya daripada perang untuk membunuh musuh.
Perang bagi Suku Dani lebih menampilkan kompetensi dan antusiasme daripada keinginan untuk membunuh. Senjata yang digunakan adalah tombak panjang berukuran 4,5 meter, busur, dan anak panah. Seringkali, karena perang orang terluka daripada terbunuh, dan yang terluka dengan cepat dibawa keluar arena perang.
Kini, perang suku Dani diadakan setiap tahun di Festival Bukit Baliem di Wamena selama bulan Agustus. Dalam pesta ini, yang menjadi puncak acara adalah pertempuran antara suku Dani, Yali, dan Lani saat mereka mengirim prajurit terbaiknya ke arena perang mengenakan tanda-tanda kebesaran terbaik mereka. Festival ini dimeriahkan dengan Pesta Babi yang dimasak di bawah tanah disertai musik dan tari tradisional khas Papua. Ada juga seni dan kerajinan buatan tangan yang dipamerkan atau untuk dijual.
Setiap suku memiliki identitasnya masing-masing dan orang dapat melihat perbedaan yang jelas di antara mereka sesuai dengan kostum dan koteka mereka. Pria suku Dani biasanya hanya memakai koteka kecil, sedangkan pria suku Lani mengenakan koteka lebih besar, karena tubuh mereka lebih besar daripada rata-rata pria suku Dani. Sedangkan pria suku Yali memakai koteka panjang dan ramping yang diikatkan oleh sabuk rotan dan diikat di pinggang.
Dengan menghadiri Festival Lembah Baliem maka kamu akan memiliki kesempatan langka untuk belajar dan bersentuhan langsung dengan beragam tradisi suku-suku setempat yang berbeda-beda tanpa harus mengunjunginya ke pedalaman Papua Barat yang jauh dan berat. Diperkirakan festival ini diikuti oleh lebih dari 40 suku lengkap dengan pakaian tradisional dan lukisan di wajah mereka.
Cara Pencapaian Lokasi Festival Lembah Baliem
Banyak pilihan maskapai penerbangan yang melayani rute penerbangan ke Wamena. Untuk rute ke Wamena sendiri, kamu harus transit terlebih dahulu di Bandara Sentani, Jayapura lalu kemudian melanjutkan dengan pesawat jenis ATR yang berkapasitas 40 set tempat duduk (Trigana Air) ke Wamena. Kemudian perjalanan ke Lembah Baliem dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda 4 (empat) menuju Distrik Wosilimo kurang lebih 27 km.Untuk pemesanan tiket penerbangan bisa kamu lakukan secara online melalui situs penyedia tiket pesawat seperti Traveloka, Wego, Nusatrip dan layanan tiket online dan reservasi hotel Jelajah Indonesia.
Tips Berwisata Di Lembah Baliem
- Selama festival, siapkan kamera kamu dalam memori berkapasitas besar. Karena kamu akan banyak melihat hal-hal unik yang tidak boleh dilewatkan. Peserta suku yang terlibat lebih dari seribu orang dengan mengenakan tanda-tanda kebesaran suku mereka. Ada yang unik yaitu mereka menggunakan kacamata hitam trendy meski dalam pakaian tradisional. Mintalah mereka dengan sopan agar berpose bersama kamu karena jelas ini hal yang tidak biasa yang tidak boleh dilewatkan.
- Kamu juga dapat menyaksikan pertunjukan pikon atau alat musik tradisional yang mengisahkan kehidupan manusia. Ada juga karapan babi yang manjadi atraksi menarik dan menimbulkan keriuhan peserta dan penonton. Selain itu kamu dapat menyaksikan perlombaan memanah, melempar sege atau tongkat ke sasaran, puradan yaitu menggulirkan roda dari anyaman rotan, dan sikoko yaitu melempar pion ke sasaran. Perlombaan-perlombaan ini dapat kamu ikuti secara langsung.
- Yang perlu kamu lakukan selama festival hanya mengamati dan menikmati perang saja sambil memotret. Semakin lama festival ini berlangsung maka suasana perang dengan tombak, parang, dan panah yang menghantam lawan akan semakin dekat dan seru. Semakin banyak tombak yang meleset maka semakin keras sorakan dari ratusan penonton. Suku-suku ini telah mengikuti festival perang setiap tahun sehingga acaranya semakin menarik tiap tahunnya.
- Setelah festival selesai, pengunjung dapat berjalan-jalan ke Pasar Suku Dani di Wamena dan mengunjungi Desa tradisional Wauma yang dapat dicapai dengan mobil dari Wamena. Di Aikima kamu dapat melihat mumi kepala desa yang telah berumur 250 tahun. Dari Aikima setelah mendaki 2 jam kamu dapat melihat mata air garam yang telah digunakan wanita suku Dani selama berabad-abad untuk membuat garam dengan cara yang sederhana.
- Kita bisa mendapatkan mesin ATM beberapa bank kecuali BCA
- Persiapan fisik yang prima mesti dijaga, perbedaan drastis suhu di siang hari dan malam bisa membuat tubuh mengalami gejala seperti deman.
- Untuk menghindari terkena serangan malaria sebaiknya kita meminum pil kina atau sejenisnya sebanyak 3 kali. Waktunya adalah seminggu sebelum berangkat, saat di lokasi dan seminggu setelah di rumah, masing masing sebanyak 1 kali.
Jangan lupa beri KOMENTAR dan klik tombol LIKE atau SHARE jika artikel berikut ini bermanfaat dan layak untuk disebarkan sebagai informasi yang berguna kepada teman kamu.
Sumber foto dan informasi :
0 komentar:
Posting Komentar